04. 45 Usai sholat subuh…
Mataku memandang layar monitor 17
Inc, sementara tanganku mencoba mengetik huruf demi huruf, bersusah payah
membuat kata, merangkainya menjadi kalimat indah… tentang malam, tentang angin
dan teh manis, meski akhirnya…
“ADUUHH… SAYAAAANG KENAPA TIDUR
DISITU, BANGUN..!!! UDAH SIANG, MAU
BERANGKAT KERJA JAM BERAPA?!!!”
“APAA…!!!” aku buru-buru salto
diudara dari meja komputerku… kekamar mandi, mencelupkan kepalaku kedalam ember
beberapa detik, membiarkan air membasahi rambut dan sebagian kulit kepalaku, that its… hanya itu yang bisa aku
lakukan, mudah, cepat, dan membuatku sedikit terhindar dari rasa dingin…
06.20 Aku terkutuk… kenapa harus bangun kesiangan… dunia sungguh
kejam, sungguh tidak adil kenapa tidak membiarkanku tetap terjaga, aku meratapi
nasib sambil mengerahkan segenap ilmu kanuraganku mengayuh sepedah balap warna
merah, menuju setasiun kereta api…
Setasiun sudah sepi, aku
terlambat, dasar kereta tidak punya prikekaryawanan…
!!! pernahkah aku meninggalkanmu saat aku tiba lebih dulu?, kenapa saat kau
tiba lebih dulu tidak mau bersabar menunggu kedatanganku…. Padahal hanya lima
menit, lima menit saja kalau kau mau menunggu, aku berlutut dan merentangkan
kedua tanganku lebar, berharap ada hujan supaya semakin terlihat dramatis…
tiba-tiba saja nyanyian seorang pengamen
dari seberang rel terdengar, suaranya serak seperti bebek, bebek yang meledek
kebodohanku, suaranya fales…
“Sendiri sendiri ku diam, diam dan merenung
Merenungkan jalan yang kan membawaku pergi
Pergi tuk menjauh, menjauh darimu
Darimu yang mulai berhenti, berhenti mencoba
Mencoba bertahan, bertahan untuk terus bersamaku
Merenungkan jalan yang kan membawaku pergi
Pergi tuk menjauh, menjauh darimu
Darimu yang mulai berhenti, berhenti mencoba
Mencoba bertahan, bertahan untuk terus bersamaku
DIAAAAAAMMMM…. !!!!, aku menjerit
keras… dalam hatiku, ingin rasanya ku hentikan nyanyiannya yang berusaha serak
namum fales, ingin kurampas gitar bulukannya, membawanya pulang kemudian ku
jual ke tukang loak, lalu uangnya aku sodakohkan ke mesjid saat solat jum’at…
sayang aku tidak berani melakukannya…
Ku
berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum
Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali
Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu
Bayangkan bayangkan ku hilang, hilang tak kembali
Kembali untuk mempertanyakan lagi cinta
Cintamu yang mungkin, mungkin tak berarti
Berarti untukku rindukan
Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali
Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu
Bayangkan bayangkan ku hilang, hilang tak kembali
Kembali untuk mempertanyakan lagi cinta
Cintamu yang mungkin, mungkin tak berarti
Berarti untukku rindukan
Suaranya
semakin melengking, dengan penghayatan seperti seorang Cakra Khan yang sedang
manggung di depan ribuan penonton… bedanya dia fales, ciyus… :(
Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum
Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali
Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu
Kini harusnya kita coba saling melupakan
Lupakan kita pernah bersama
Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum
Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali
Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu
Kini harusnya kita coba saling melupakan
Lupakan kita pernah bersama
Dia mulai
ada maunya, tangannya berhenti bermain gitar mengambil sesuatu dari kantong
belakang celana pencilnya, sambil membawa bungkus permen berisi uang receh dia berjalan
menyodorkan bungkusan itu padaku mulutnya tetap tidak berhenti bernyanyi…
Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum
Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali
Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu”
Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum
Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali
Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi
Memang kita takkan menyatu”
“Teuing
ah…!!” kataku sambil berlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar